Rabu, 07 Juli 2010

Power dan Politik

Kasus:
Republika Online.Masyarakat internasional entah untuk ke berapa kali menyaksikan arogansi Israel dan kali ini terjadi pada 31 Mei lalu. Negara zionis ini menembaki kapal Mavi Marmara yang melakukan misi kemanusiaan setelah menghadangnya di zona internasional ketika menuju Gaza.
Sayangnya, melihat kekejaman di luar kemanusiaan, PBB menjadi tidak berkutik. Paling-paling hanya mengecam - seruan yang telah berulang kali dilontarkan. Sementara Amerika Serikat, yang menjadi sekutu dan pembela nomor wahid Israel, menolak ketika Dewan Keamanan PBB atas usul Turki ingin mengutuk perbuatan Israel terhadap misi kemanusiaan ke Gaza untuk membantu rakyat Palestina yang hidupnya menyedihkan.
Lalu melihat penderitaan Israel terhadap rakyat Palestina mengapa PBB tidak berdaya, sementara Amerika Serikat tidak bisa menghentikannya ? Dukungan AS terhadap Israel telah berlangsusng sejak negara itu berdiri yang diarsiteki Inggris, AS, dan PBB. Salah satu contoh yang menggambarkan kenyataan ini adalah peristiwa yang terjadi 1947, saat terjadi tarik-ulur kelahiran negara Israel.
Kala itu, Presiden AS Harry S Truman memberikan pernyataan yang sedikit mendukung perjuangan rakyat Palestina. Bahkan, lewat pejabat Gedung Putih muncul pernyataan agar AS tidak melupakan dan mendukung perjuangan rakyat Palestina. Hanya menunggu hitungan jam saja, seluruh jaringan kerja Yahudi melancarkan protes kepada Gedung Putih. Bahkan, mengancam akan melakukan sesuatu agar Truman terjungkal dalam pemilihan Presiden AS mendatang. Hingga membuat keputusan presiden dari Partai Demokrat ini berubah 180 derajat menjadi sangat mendukung berdirinya Israel hingga ia mengantongi 74 persen suara komunitas Yahudi di AS. Maka, jangan heran jika seorang PM Israel begitu berkuasa penuh atas presiden-presiden AS dalam mengambil keputusan yang terkait dengan Israel.

Politik
Dalam suatu pemerintahan ataupun organisasi kita sering mendengar tentang istilah politik. Politik dapat terjadi pada berbagai jenis organisasi, baik itu kecil maupun besar. Bahkan Robbins mengatakan bahwa politik adalah kenyataan hidup dalam organisasi. Orang yang mengabaikan hal ini berada dalam kondisi yang berbahaya. Walaupun demikian ada perbedaan kualitas politik pada beberapa kondisi organisasi. Untuk organisasi kecil dimana sebagian besar power dimiliki oleh satu orang, maka permainan politik jarang terjadi. Sebaliknya pada organisasi besar dimana power hampir merata di seluruh bagian organisasi maka permainan politik akan menjadi besar. Permainan politik jarang terjadi pada permasalahan rutin, dikarenakan pada permasalahan rutin atau yang sudah biasa terjadi, tidak terdapat hal yang menarik yang mungkin dapat diperebutkan oleh sebagian orang yang merupakan sumber terciptanya suatu kegiatan politik.

Power dan politik tidak selamanya berarti buruk. Mengingat politik hampir dipastikan terjadi dalam setiap organisasi maka seseorang yang ingin menerapkan strategi atau ingin melakukan perubahan harus memiliki kemampuan untuk berpolitik.

Jeffrey Pfeffer menyebutkan, “Orang pasti meyakini bahwa pemerntahan adalah suatu organisasi, tapi jarang sekali yang berpikir kebalikannya bahwa organisasi adalah suatu pemerintahan”.

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Ada berbagai definisi mengenai politik, diantaranya adalah:
•    Menurut Aristoteles, politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
•    Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
•    Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
•    Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Power (Kekuatan/Kekuasaan)
Dalam tulisan Robert D. Smither, Strategic Contingency Theory menyebutkan adanya tiga kondisi dimana orang akan mencari dan menggunakan power, yaitu :
1. Scarcity (Kelangkaan), kelangkaan sumberdaya yang dimiliki menyebabkan munculnya persaingan diantara bagian-bagian dalam organisasi.
2. Critically (Kondisi Kritis), kondisi kritis muncul bila sumberdaya-sumberdaya atau hal-hal yang dianggap penting terancam keberadaannya.
3. Uncertainty (Kondisi Ketidak-pastian), tidak ada criteria yang jelas untuk memecahkan permasalahan atau menyelesaikan conflict of interest.

Sedangkan Smither menuliskan bahwa power digunakan bila ada ketergantungan sebab ketergantungan dapat menjadi suatu alasan mengapa suatu kegiatan tidak dapat sukses seperti yang diharapkan. Ketergantungan terjadi bila komponen-komponen suatu pekerjaan tidak seluruhnya dapat dikendalikan oleh orang/bagian yang bersangkutan, hal ini pasti terjadi dalam organisasi. Oleh sebab itu, sebagian orang menyebutkan bahwa Inti pokok dari organisasi adalah saling ketergantungan. “The essence of organization is independence.” Semua ini membawa kesimpulan bahwa Power harus dibagi-bagi karena tidak ada satu orang yang mampu mengendalikan semua aktivitas dalam organisasi (Salancik & Pfeffer).
Masih menurut Smither, munculnya saling ketergantungan seperti yang disebutkan di atas disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1.    Cara mengorganisasikan pekerjaan.
2.    Keterbatasan sumberdaya.

Power dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, pertama adalah position power, yakni kekuatan yang melekat pada jabatan yang diduduki oleh seorang pemimpin dalam suatu organisasi. Sedangkan yang kedua adalah personal power, yakni kekuatan yang bersumber dari diri pribadi (kepribadian) seorang pemimpin.

Kekuatan Posisi (Position Power)
Position power dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis yang semuanya terkait pada posisi atau jabatan seperti:
1.    Kekuatan imbalan (reward power)
Sumber kekuasaan ini terdapat dalam kemampuan untuk mengendalikan pemberian imbalan kepada orang lain. Jadi yang dimaksud kekuasaan imbalan di sini adalah kewenangan seorang pimpinan untuk memberikan ganjaran atau imbalan pada para pekerja, misalnya dalam bentuk pemberian bonus, pujian, usul kenaikan jabatan, penugasan, dan pemberian penghargaan tertentu apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan arah yang diinginkan oleh si pemimpin.
2.    Kekuatan untuk memaksa (coercive power)
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain.  Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan.  Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
3.    Kekuatan legitimasi (legitimate power)
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi.  Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural.  Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.

Kekuatan Pribadi (Personal Power)
1.    Kekuatan keahlian (expert power)
Adalah kewenangan yang dimiliki seseorang karena kecakapan, keahlian, atau pengetahuan khusus yang dimiliki pemimpin. Di sini para pengikut memandang pemimpinnya memiliki keahlian yang diperlukan dan mereka merasa yakin bahwa mereka tidak memiliki informasi tersebut. Hal ini menuntut seseorang untuk memiliki informasi keilmuan yang lebih dibandingkan orang lain, sehingga umumnya ia dapat dijadikan tempat bertanya terutama untuk masalah-masalah teknis kerja.
2.    Kekuatan identifikasi (referent power)
Kekuasaan ini bersumber pada sifat-sifat yang menarik dan memikat dari sang pemimpin. Seorang pemimpin yang dikagumi karena segi-segi tertentu dari kepribadiannya, memiliki kekuasaan referent atau identifikasi. Yang dimaksudkan adalah para pengikut ingin dan dengan senang hati mengidentifikasi diri mereka dengan si pemimpin dan ini akan mengilhami para pengikutnya dalam berbagai perilaku mereka. Dengan demikian pemimpin tersebut dikatakan memiliki karisma. Jadi kekuasaan ini terdapat pada seseorang karena karisma individual yang dimilikinya. Secara pribadi, pimpinan tipe ini memiliki penampilan pribadi yang menimbulkan keseganan pada diri orang lain, sehingga ia dapat dengan mudah memobilisasi orang-orang disekitarnya.

Authority (Kewenangan)
Kewenangan (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Kewenangan biasanya dihubungkan dengan kekuasaan. Penggunaan kewenangan secara bijaksana merupakan faktor kritis bagi efektevitas organisasi.
Kewenangan digunakan untuk mencapai tujuan pihak yang berwenang. Karena itu, kewenangan biasanya dikaitkan dengan kekuasaan. Robert Bierstedt menyatakan dalam bukunya an analysis of social power , bahwa kewenangan merupakan kekuasaan yang dilembagakan. Seseorang yang memiliki kewenangan berhak membuat peraturan dan mengharapkan kepatuhan terhadap peraturannya.

Influence (Pengaruh)
Norman Barry, seorang ahli, menyatakan bahwa pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan, yang jika seorang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi terbuka bukan merupakan motivasi pendorongnya. Dengan demikian, dapat dikatakan pengaruh tidak bersifat terikat untuk mencapai sebuah tujuan.
Pengaruh biasanya bukan faktor satu-satunya yang menentukan tindakan pelakunya, dan masih bersaing dengan faktor lainnya. Bagi pelaku masih ada faktor lain yang menentukannya bertindak. Walaupun pengaruh sering kurang efektif dibandingkan kekuasaan, pengaruh lebih unggul karena terkadang ia memiliki unsur psikologis dan menyentuh hati, dan karena itu sering berhasil.

Perbedaan Power dan Authority
Dalam pembahasan sebelumnya dinyatakan bahwa kewenangan berhubungan dengan kekuasaan, tapi dari segi lain, ada perbedaan mendasar antara keduanya. Salah satunya, kewenangan adalah kekuasaan secara formal yang diberikan oleh organisasi, sedangkan kekuasaan berada diluar formalitas. Kewenangan adalah salah satu cara bagi seseorang untuk memperkuat kekuasaannya.

Kewenangan adalah kekuasaan namun kekuasaan tidak terlalu berupa kewenangan. Kewenangan merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan (legitimate power), sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Apabila kekuasaan politik di rumuskan sebgai kemampuan menggunakan sumber-sumber untuk memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, maka kewenangan merupakan hak moral sesuai dengan nilai-nilai dan norma masyarakat, termasuk peratuaran perundang-undangan. Kewenangan merupakan hak berkuasa yang di tetapkan dalam struktur organisasi sosial guna melaksanakan kebijakan yang di perlukan.

Besarnya peranan power tergantung pada tinggi rendahnya status sosial yang diperolehnya. Dan status social ini pada umumnya dicapai karena beberapa faktor:
1.    Keturunan, misalnya keturunan bangsawan, pendeta, keluarga kaya raya, dan lain-lain. Contoh di Indonesia adalah Sultan Yogya, Hamengkubuwono, dan lain-lain yang selau dihormati masyarakat baik orang jawa tengah ataupun bukan. Tetapi beliau-beliau tersebut sebenarnya memiliki kekuatan-kekuatan lain seperti kepribadian dan pengetahuan selain karena keturunan raja.
2.    Kekayaan. Banyak orang biasa atau pejabat dan mantan pejabat yang mempunyai uang berlimpah-limpah dapat mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu. Dari mulai memilihnya dalam pemilihan umum sampai menggerakkan massa untuk melakukan demonstrasi.
3.    Tingkat pendidikan dalam bidang apa saja yang diberi nilai tinggi oleh orang, yang lebih tinggi dibanding dengan orang lain. Pendidikan disini merefleksikan keahlian atau expertise dalam bidang apa saja, baik pendidikan umum maupun pendidikan dalam keagamaan.
4.    Pengalaman hidup yang lebih banyak sehingga dia memiliki kualitas, kearifan, pengetahuan, dan keterampilan teknis tertentu. Ada pepatah yang berbunyi: rambutnya sudah seputih seng.
5.    Sifat-sifat karismatik yang terkait dengan kepribadiannya dan cirri-ciri unggul lainnya yang mungkin dimilikinya menyebabkan orang lain selalu terpukau dan mengaguminya.
6.    Jasa-jasa yang telah diberikan kepada masyarakat/kelompoknya, jadi ada partisipasi social yang tinggi, dan fungsinya dapat mempengaruhi massa rakyat atau kelompoknya.

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kekuasaan merupakan konsep yang paling banyak dibahas dalam ilmu politik, selain konsep lainnya. Kekuasaan berasal dari beberapa sumber, misalnya keturunan, kekayaan, tingkat pendidikan, pengalaman hidup, karismatis,dan jasa-jasa. Kekuasaan dan kewenangan adalah konsep yang berhubungan, tetapi keduanya berbeda. Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang diberikan oleh organisasi, sedangkan kekuasaan berada diluar formalitas.
Penggunaan Power dan Influence dalam organisasi tidak cukup hanya disebabkan oleh adanya interdependence. Power digunakan bila pihak pemegang power telah merasakan adanya konflik. Konflik sendiri muncul karena adanya ketergantungan (interdenpence), perbedaan tujuan (sasaran) dan perbedaan asumsi cara mencapai tujuan.

Analisis Kasus dan Kaitannya dengan Teori Tentang Power dan Politik
Pada kasus yang telah dipaparkan sebelumnya, telihat bahwa ada masalah yang berkaitan tentang power dan politik ini. Diantaranya adalah dari pihak yang memiliki power seperti PBB dan Israel. Pihak yang memiliki wewenang yaitu PBB dan Palestina. Pihak yang berpengaruh, yakni PBB serta pihak yang memainkan politik tentu saja di sini adalah Amerika.
Konflik Palestina dan Israel sudah berlangsung selama enam dasawarsa sejak para pegiat Zionis Yahudi memproklamasikan kemerdekaan Israel di tanah Palestina pada 14 Mei 1948. Yang terjadi sesungguhnya bukanlah konflik yang didasarkan atas agama, melainkan konflik politik dan keserakahan manusia. Konflik ini seperti tidak akan pernah bisa diakhiri. Penyerangan-penyerangan di antara kedua belah pihak selalu akan terjadi. Karena kedua pihak menganggap kondisi masing-masing  Negara kritis, karena menggap sumber daya-sumber daya dan hal-hal yang dianggap penting terancam keberadaannya (Critically). Pihak Israel beralasan mempertahankan diri dari serangan pejuang Palestina dan tentara Hamas, sedang pihak Palestina mengadakan perlawanan karena merasa wilayahnya semakin menyempit direbut rezim zionis dengan pendudukan bersenjata maupun mendirikan pemukiman-pemukiman yahudi dengan cara merampas tanah rakyat Palestina.

Apabila diringkas ada dua penyebab terkatung-katungnya penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel, yakni:
1.    Perbedaan yang menonjol dan prinsip berupa pengakuan akan keberadaan kedua negara dan bangsa tersebut di mata mereka sendiri khususnya, dan di mata negara-negara lain di dunia termasuk Amerika Serikat yang sampai saat ini masih berpihak kepada pemerintah Israel.
2.    Kedudukan kota Jerusalem dengan mesjid Alaqsanya sebagai tempat ibadah dan bersejarah bagi kedua bangsa yang secara umum berbeda agama tersebut.
Dunia arab dan dunia Islam memandang bangsa Palestina adalah pemilik sah tanah air mereka. Sedangkan bangsa Yahudi adalah bangsa yang tidak memiliki tanah air dan menolak serta keluar dari tanah perjanjian (Holy Land) yang dijanjikan Tuhan sesuai dengan berita di kitab suci.
Amerika Serikat sendiri masih menerapkan standar ganda dalam hal ini. Sebagai anggota dewan keamanan PBB (yang memilki pengaruh/influence) mengakui legalitas negara Palestina, namun di sisi lain membantu Israel secara politik, militer dan ekonomi untuk menguasai Palestina.
Dengan kekuasaan, wewenang, serta pengaruh yang dimilikinya, seharusnya PBB dapat menjadi penengah dari masalah tersebut, misalnya saja dengan mempertemukan kedua perwakilan dari masing-masing negara untuk berunding melalui jalan damai (menerapkan sosial power).
Apabila hal itu masih belum berhasil, maka, PBB dengan wewenang dan kekuasaan yang dimlikinya bisa menggunakan coercive power (kekuatan untuk memaksa). Yaitu, member hukuman yang tegas kepada pihak yang melanggar terhadap aturan yang telah disepakati.

1 komentar:

  1. power dan politik adalah elemen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya

    BalasHapus