Senin, 24 Januari 2011

Maslahah

Maslahah merupakan bentuk masdar (adverd) dari fi’il (verb) salaha. Dengan demikian terlihat bahwa, kata maslahah dan kata manfaat yang juga berasal dari Bahasa Arab mempunyai makna atau arti yang sama. Sedangkan menurut istilah atau epistemology, maslahah diartikan oleh para ulama Islam dengan rumusan hampir bersamaan, di antaranya al-Khawarizmi menyebutkan, maslahah adalah al-marodu bil-maslahatil-mukhaafazatu ‘ala maqsudi-syar’i bidaf’i-l mufaasidi ‘ani-l- kholqi, yaitu memelihara tujuan hokum Islam dengan menolak bencana/kerusakan/hal-hal yang merugikan diri manusia (makhluq). Sedangkan ulama telah berkonsensus, bahwa tujuan hukum Islam adalah untuk memelihara agama, akal, harta, jiwa dan keturunan atau kehormatan. Oleh sebab itu, menurut Eko (2005: 15), agar keamanan dan kesejahteraan (kemaslahatan) umat manusia di dunia dan di akhirat dapat terwujud maka segala ikhtiar yang dilakukan umat manusia di muka bumi harus selalu sejalan dengan tuntunan syariat. Kata maslahah yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan maslahat, berasal dari Bahasa Arab yaitu maslahah. Maslahah ini secara bahasa atau secara etimologi berarti manfaat, faedah, bagus, baik, kebaikan, guna atau kegunaan.

Maslahah sebagai suatu tindakan memlihara tujuan syara’ atau tujuan hukum Islam, sedangkan tujuan hukum Islam menurut al-Ghazali adalah memelihara lima hal di atas. Setiap hukum yang mengandung tujuan memelihara salah satu dari lima hal di atas disebut maslahah, dan setiap hal yang meniadakannya disebut mafsadah, dan menolak mafsadah disebut maslahah. Sedangkan menurut asy-Syatibi dari golongan mazhab Malikiyah sebagai orang yang paling popular dan kontropersi pendapatnya tentang maslahah-mursalah mengatakan bahwa maslahah itu (maslahat yang tidak ditunjukkan oleh dalil khusus yang membenarkan atau membatalkan) sejalan dengan tindakan syara’. Diturunkannya syariat di tengah kehidupan umat manusia adalah untuk mewujudkan keamanan dan kesejahteraan (kemaslahatan) umat manusia di dunia dan di akhirat.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

”Kami mengutus engkau hanya bertujuan memberi rahmat bagi alam semesta.” (QS. Al-Anbiya': 107)

وَمَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلاَّ لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُواْ فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

”Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. AI-Nahl: 64)

Karakteristik kegiatan perekonomian (muamalah) menurut islam diantaranya pada kemaslahatan umat manusia. Menurut Abdullah Abdul Husain (2004: 159), Hal ini berbeda dengan tujuan perekonomian kapitalis yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar mungkin tanpa memperhatikan kemaslahatan umat, sedangkan perekonomian yang diterapkan oleh islam tidaklah ditujukan untuk memperoleh keuntungan sebagaimana dalam system perekonomian kapitalis. Namun, perekonomian itu ditujukan untuk menciptakan batas kecukupan bagi seluruh warga Negara agar ia terbebas dari segala bentuk penghambaan baik dalam financial ataupun hukum kecuali hanya penghambaan kepada Allah semata.

Salah satu persyaratan transaksi dalam islam yang harus terpenuhi diantaranya adalah terdapat nilai manfaat dalam transaksi. Menurut Eko (2005: 35), Transaksi dikatakan tidak sah apabila dilakukan dengan kompensasi yang diambil oleh salah seorang pelaku transaksi yang pada saat bersamaan masih ada persoalan yang harus diselesaikan. Untuk dapat memberikan manfaat pada manusia, barang dan jasa yang diperjual belikan (transaksi) harus halal. Baik cara memperoleh input, pengolahannya dan outputnya harus dapat dibuktikan halal. Hendaklah kita tidak begitu saja percaya terhadap label yang mengatakan ditanggung halal. Tidaklah dapat dibenarkan bahwa hasil usaha yang haram dipergunakan untuk membiayai yang halal. Hendaknya akad jual beli adalah yang boleh dimanfaatkan, dimanfaatkan disini walaupun tanpa ada keperluan. Jadi barang yang dijual harus ada manfaatnya, ketika barang tersebut tidak mempunyai manfaat atau tidak maslahat (manfaat yang diharamkan), maka barang tersebut tidak boleh dijual.  Contohnya adalah menjual bangkai, bangkai adalah barang yang tidak memiliki manfaat, jadi tidak boleh untuk dilakukan transaksi jual beli kecuali dalam keadaan yang mendesak/darurat dan mempunyai kemaslahatan yang kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar